Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam usaha meningkatkan suasana akademik dikampus serta dalam upaya
memadu penyajian pengalaman belajar yang menumbuhkan sikap, kemampuan, dan
keterampilan meneliti pada mahasiswa, konseptualisasi masalah penelitian merupakan
hal yang esensial.
Setiap mata kuliah diharapkan mampu menumbuhkan kegairahan meneliti permasalahan
yang ada disekitar kita. Akan tetapi pada kenyataannya mahasiswa kurang begitu
memahami akan pentingnya suatu konseptualisasi masalah penelitian, hingga
akhirnya sering mengabaikan dan kurang
memperhatikannya. Padahal yang kita ketahui untuk mengadakan suatu
penelitian terlebih dahulu harus memilih konseptualisasi masalah dengan
bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan.
|
Dari pemaparan di atas, kami tertarik untuk mengangkat suatu judul yang
sesuai dengan permasalahan di atas, yaitu : “Konseptualisasi Masalah
Penelitian” yang akan kami uraikan dalam penjelasan selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
Berkenaan dengan latar belakang masalah
di atas yang menyangkut dengan judul makalah ini, maka beberapa masalah yang
akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan
konseptualisasi masalah penelitian?
2.
Bagaimana merumuskan masalah dalam
penelitian?
3.
Apa pengertian dan macam-macam variabel?
4.
Ada berapakah jenis-jenis skala
pengukuran?
C.
Tujuan Penyusunan Makalah
Bertitik tolak dari beberapa rumusan
masalah di atas, tujuan penyusunan makalah ini adalah ingin mengetahui
sekaligus menyajikan informasi yang berkenaan dengan:
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan konseptualisasi masalah penelitian.
2.
Untuk mengetahui proses perumusan
masalah dalam penelitian.
3.
Untuk mengetahui pengertian
variabel dan macam-macamnya.
4.
Untuk mengetahui ada berapakah
jenis-jenis skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ilmiah.
D.
Metode Penyusunan Makalah
Metode yang digunakan dalam penyusunan
makalah ini adalah deskriptif, yaitu memberikan gambaran kepada pembaca
mengenai isi makalah dengan menyajikan suatu penjelasan yang berkaitan dengan
judul makalah, yang sesuai dengan hasil kepustakaan dari berbagai data yang
diperoleh, baik dari buku maupun dari internet sebagai media informatika
elektronika yang mengacu pada topik makalah.
E.
Sistematika Penyusunan Makalah
Sistematika makalah ini terdiri dari
tiga bab. Bab pertama pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penyusunan makalah, metode penyusunan makalah dan
sistematika penyusunan makalah. Bab kedua pembahasan yang terdiri atas pengertian konseptualisasi masalah penelitian, manfaatnya,
pengertian variabel, dan macam-macam skala pengukuran. Terakhir adalah bab ketiga penutup yang
terdiri atas simpulan dan saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konseptualisasi Masalah Penelitian
1.
Pengertian Konsep
Secara umum
konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok
objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Para ahli memiliki definisi tersendiri
dalam memberi definisi untuk suatu pengertian. Untuk menjelaskan definisi
tentang sebuah makna kata konsep, para ahli juga memiliki pandangan yang
berbeda. Berikut ini adalah definisi pengertian definisi konsep menurut para
ahli:
1.
Woodruf
mendefinisikan konsep sebagai adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna
dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang
berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau
benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap
objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari
beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan
komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari
pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.
2.
Dari
wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Konsep merupakan abstrak, entitas
mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu
entitas, kejadian atau hubungan. Pengertian Konsep sendiri adalah universal di
mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap eksistensinya. Konsep juga
dapat diartikan pembawa arti. Pengertian
Konsep sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata
untuk setiap eksistensinya. Konsep juga dapat diartikan pembawa arti.
3.
Soedjadi
mendefinisikan konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menagadakan
klasifikasi atau penggolongan yang apad umumnya dinyatakan dengan suatu istilah
atau rangakaian kata. Bahri menjelaskan konsep adalah satuan ahli yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama.[1]
Telah kita
ketahui bahwa suatu konsep berada dalam bidang logika teoritis), sedangkan
gejala berada dalam dunia empiris (faktual). Konsep bersifat abstrak dan
dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal yang khusus memberikan konsep pada
gejala itulah disebut konseptualisasi.
2.
Pengertian Konseptualisasi
Konseptualisasi
adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala
pengamatan. Proses ini berjalan secara induktif, dengan mengamati sejumlah
gejala secara individual, kemudian merumuskannya dalam bentuk konsep. Konsep bersifat
abstrak, sedangkan gejala bersifat konkret.
Seorang ahli
bernama Babbie mengatakan konsep sebagai berikut :
“The process through hich we specify precisely what e man hen e use particukar terms” (proses dengan bagaimana kita memberi nama yang khusus secara tepat menggambarkan apa yang kita maksudkan).
“The process through hich we specify precisely what e man hen e use particukar terms” (proses dengan bagaimana kita memberi nama yang khusus secara tepat menggambarkan apa yang kita maksudkan).
Jadi dapat kita
simpulkan bahwa konseptualisasi masalah adalah proses memberi konsep pada gejala-gejala yang dipermasalahkan.
B.
Merumuskan Masalah
1.
Pengertian Masalah
Masalah dapat
diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang
benar-benar terjadi, antara teori dan praktek, antara aturan dengan
pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan. Stonner (1982) mengemukakan
bahwa masalah-masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat
penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang direncanakan
dengan kenyataan, adanya pengaduan dan adanya kompetisi.
Masalah yaitu
terjadinya kesenjangan (gap) antara harapan (das sollen) dan
kenyataan (das sein). Identifikasi masalah biasanya mendeteksi, melacak,
menjelaskan aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul penelitian
atau dengan masalah juga variabel yang akan diteliti. Hasil identifikasi ini
dapat diangkat dari sejumlah masalah yang saling keterkaitan satu dengan yang
lainnya.
Jadi, yang
dimaksud masalah dalam penelitian adalah masalah yang layak untuk diteliti merupakan
masalah yang menimbulkan ketidakpuasan, atau tidak sesuai dengan harapan.
Sesuatu yang dirasa menyulitkan sehingga perlu diubah. Suatu proses yang tidak
berjalan baik, kondisi yang perlu ditingkatkan, kesulitan yang harus diatasi
atau pertanyaan yang memerlukan jawaban.
2.
Cara Merumuskan Masalah
Identifikasi
masalah merupakan proses merumuskan permasalahan-permasalahan yang akan
diteliti. Proses merumuskan permasalahan-permasalahan ini akan memudahkan
proses selanjutnya, selain itu juga memudahkan pembaca untuk memahami hasil
penelitian, yang kemudian permasalahan yang muncul dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan tanpa ada tanda tanya. Tetapi, proses identifikasi ini akan mudah
dilakukan apabila dalam latar belakang penelitian penjelasannya telah
dikemukakan dengan lengkap dan jelas.
Dalam proses
ini harus dituliskan berbagai masalah yang ada pada objek yang akan diteliti,
dan harus dikemukakan secara jelas termasuk juga objek yang tidak akan
diteliti. Untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan baik maka peneliti harus
melakukan studi pendahuluan pada objek yang diteliti, melakukan observasi, dan
wawancara ke berbagai sumber, sehingga semua permasalahan dapat diungkapkan.
Apabila semua permasalahan tersebut telah diketahui, selanjutnya dikemukakan
hubungan satu masalah dengan masalah yang lain. Masalah apa saja yang diduga
berpengaruh positif dan negatif terhadap masalah yang diteliti, maka masalah
tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk variabel. Jadi, identifikasi masalah
harus dapat menggambarkan permasalahan yang ada dalam topik atau judul
penelitian. pertanyaan-pertanyaan yang ada pada identifikasi masalah harus
dijawab pada bagian penelitian dan pembahasan.
Identifikasi
masalah yang diajukan tidak harus dibatasi dengan ketentuan jumlah variabel
yang dilibatkan dalam penelitian, artinya jika variabel yang dilibatkan dalam
penelitian ada dua variabel bebas atau satu variabel terikat, maka jumlah
pernyataan masalahnya tidak harus ada tiga, tetapi pernyatan permasalahan bisa
juga satu variabel apabila pernyataan tersebut memuat seluruh permasalahan yang
akan diteliti. Dalam identifikasi masalah juga dapat menunjukkan alat analisis
apa yang akan dipakai serta kedalaman dan keluasan penelitian itu. Identifikasi
masalah ini didapatkan melalui beberapa sumber diantaranya:
1. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian.
2. Seminar, diskusi,konferensi dan lain-lain pertemuan ilmiah.
3. Pernyataan pemegang otoritas.
4. Pengamatan selintas.
5. Pengalaman pribadi.
6. Perasaan intuitif.[2]
Sumber-sumber
diatas dapat membantu kita dalam menentukan identifikasi masalah, selain itu
banyak pengetahuan baru yang akan didapatkan dari sumber-sumber di atas.
Setelah
identifikasi masalah di atas telah dilakukan, maka langkah selanjutnya ialah
pemilihan masalah. Dalam pemilihan masalah ini, ada dua pertimbangan yang harus
dilakukan dalam memilih suatu permasalahan, yaitu:
1. Pertimbangan mengenai arah masalahnya. Artinya menggunakan
pertimbangan akan sumbangan yang diberikan kepada pengembangan teori dalam
bidang yang bersangkutan dengan dasar teoritis penelitiannya dan juga pemecahan
masalah-masalah praktis.
2. Pertimbangan mengenai arah calon peneliti. Artinya, berapa biaya
yang harus dikelurkan, kemudian waktu yang dapat digunakan serta alat-alat dan
perlengkapan yang tersedia. Selain itu, dalam penguasaan metode yang diperlukan
dalam melakukan penelitian.
Pertimbangan-pertimbangan di atas harus benar-benar di pikirkan terlebih dahulu, supaya dalam pengerjaannya nanti tidak menghambat penelitian. Setelah pertimbangan-pertimbangan itu telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah.
Pertimbangan-pertimbangan di atas harus benar-benar di pikirkan terlebih dahulu, supaya dalam pengerjaannya nanti tidak menghambat penelitian. Setelah pertimbangan-pertimbangan itu telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah.
Merumuskan
masalah ini merupakan sebuah pekerjaan yang sulit bagi setiap peneliti. Tetapi,
apabila kita mempunyai pengetahuan yang luas mengenai toeri-teori dan
hasil-hasil penelitian para ahli terdahulu dalam bidang-bidang yang terkait
dengan masalah yang akan diteliti. Untuk mempermudah proses ini, maka rumusan
masalah dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat bertanya setelah didahului uraian
tentang masalah penelitian, variabel-variabel yang diteliti dan kaitan antara
satu variabel dengan variabel lainnya.
Perumusan
masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan
yang hendak dicarikan jawabannya. Perumusan masalah merupakan pernyataan yang
lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan
identifikasi dan pembatasan masalah. Rumusan masalah hendaknya disusun secara
singkat, padat, jelas, dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya. Rumusan
masalah yang baik akan menampakkan variabel-variabel yang diteliti, jenis atau
sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut, dan subjek penelitian. Selain
itu, rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empiris, dalam arti
memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Rumusan masalah
ini merupakan salah satu langkah dari konseptualisasi masalah penelitian. telah
disebutkan sebelumnya, bahwa konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep
dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara
induktif, dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian
merumuskannya dalam bentuk konsep. Konsep bersifat abstrak, sedangkan gejala
bersifat konkret.
Gejala-gejala
masalah ini diungkapkan secara jelas, untuk kemudian konsepnya dirumuskan
secara operasional. Dan akhirnya masalah itu perlu diteliti secara akademis dan
dari segi praktis, dari segi akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori
yang ada, sedangkan dari segi praktis berhubungan dengan pentingnya penelitian
itu dalam pengenbangan program atau pekerjaan tertentu.
Konseptualisasi
masalah tidak hanya merumuskan masalah, tetapi juga mengungkapkan cara-cara
tentang bagaimana masalah tersebut akan diteliti. Dengan demikian terdapat dua
masalah pokok yang akan dijelaskan dalam konseptualisasi penelitian, yaitu
penjelasan tentang substansi yang diteliti, dan penjelasan tentang khusus dalam
perencanaan penelitian.
3.
Macam-Macam
Masalah
Seperti yang
kita ketahui peristiwa bisa disebut sebagai masalah apabila terdapat
kesenjangan antara apa yang ada dengan apa yang diharapkan. Suatu masalah dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu aspek empiris dan aspek logis atau rasional.
Dilihat dari apa yang diharapkan itu masalah dapat dikelonpokan kedalam 3
kategori, yaitu:
1.
Masalah
Filosofis
Suatu masalah
dikatakan filosofis jika gejala-gejala empirisnya tidak sesuai dengan pandangan
hidup yang ada dalam masyarakat. Bisa kita ambil contoh yaitu gejala-gejala
seks sebelum nikah dikalangan remaja termasuk dalam kategori ini, karena
nilai-nilai yang berlaku dikalangan remaja itu tidak sesuai dengan norma-norma
keagamaan yang dianut oleh masyarakat.
2.
Masalah
Kebijakan
Masalah yang
tergolong dalam masalah kebijakan adalah prilaku-prilaku atau kenyataan-kenyataan
yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sipembuat kebijakan, kualitas
pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, adalah contoh-contoh
yang termasuk dalam kategori ini.
3.
Masalah
Ilmiah
Masalah yang
tergolong dalam masalah ilmiah adalah kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai
dengan teori ilmu pengetahuan. Salah satu teori dalam pendidikan yang dikenal
dengan teori hukuman mengatakan bahwa hukuman yang diberikan pada anak akan
mengubah prilakunya kearah positif, Tetapi dalam kenyataannya, anak-anak diberi
hukuman justru semakin mengarah pada hal-hal yang negatif.
Masalah sosial
menampakan diri pada conflict issue yang dapat ditangkap dari
peristiwa-peristiwa yang ada dalam masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang kita
ajukan membantu kita mengetahui pokok permasalahan tersebut. Isu-isu tersebut
dapat ditangkap melalui pengamatan langsung, atau dari surat kabar, media masa
lainnya. Bertitik tolak dari isu tersebut kita bisa merumuskan masalah yang
menjadi pokok permasalahan kita. Dari seperangkat proposisi yang ada dalam
teori tersebut kita memilih yang sesuai dengan isu dan cukup menarik minat itu.
Untuk
merumuskan permasalahan dengan cara seperti itu, perlu diperhatikan dua
pertanyaan pokok yang membantu memperjelas masalah. Yang pertama pertanyaan
mengapa masalah itu penting? Untuk pertanyaan ini dijawab dengan mengungkap
latar belakang masalahnya. Sumber-sumber bacaan yang relevan bisa membantu kita
menjelaskan latar belakangnya.
Pertanyaan yang kedua adalah apa masalahnya? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diadakan penjajakan disekitar lokasi penelitian, dan kita mengungkapkan gejala-gejala khusus dari setiap individu yang bermsalah. Dengan metode induksi akhirnya kita merumuskan konsep yang merupakan penelitian kita.
Pertanyaan yang kedua adalah apa masalahnya? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diadakan penjajakan disekitar lokasi penelitian, dan kita mengungkapkan gejala-gejala khusus dari setiap individu yang bermsalah. Dengan metode induksi akhirnya kita merumuskan konsep yang merupakan penelitian kita.
C.
Variabel
1.
Pengertian Variabel
Pemahaman
terhadap variabel dan hubungan antar variabel merupakan salah satu kunci dalam
penelitian kualitatif. Posisi variabel yang sentral menetapkannya sebagai dasar
dari seluruh proses penelitian; mulai dari perumusan masalah, perumusan
hipotesis, pembuatan instrument pengumpulan data, sampai pada analisisnya.
Sehubungan dengan posisi penting ini, variable menjadi penting artinya untuk
menentukan bermutu atau tidaknya suatu hasil penelitian.
Secara
leksikal, istilah variabel dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat beragam
(bervariasi). Arti kata menunjukkan bahwa variabel merupakan sesuatu yang di
dalamnya terdapat atribut-atribut, unit-unit, dimensi-dimensi atau nilai-nilai
yang beragam. Kerlinger mendefinisikan variabel
sebagai suatu sifat yang dapat memiliki bermacam-macam nilai atau simbol
maupun lambang yang padanya dilektakkan bilangan atau nilai.
Sutrisno Hadi
mendefinisikan variable sebagai gejala yang bervariasi misalnya jenis kelamin,
karena jenis kelamin mempunyai variasi: laki-laki dan perempuan; berat badan,
karena ada berat 40 kg dan sebagainya. Gejala adalah objek penelitian, sehingga
variabel adalah objek penelitian yang bervariasi.[3]
Pada
hakikatnya, setiap variabel suatu konsep, yaitu konsep yang bersifat khusus
yang mengandung variasi nilai. Banyak ahli yang menyebutnya dengan konsep
variabel. Yang dimaksud dengan konsep variabel disini adalah konsep yang
bersifat observatible, maksudnya konsep yang sudah sangat dekat dengan
fenomena-fenomena atau obyek-obyek yang teramati. Jadi konsep variable itu
merupakan sebutan umum yang mewakili semua atribut, dimensi atau nilai yang
perlu diamati. Karena itu tidak semua konsep tidak disebut variabel, karena
terdapat konsep-konsep yang tidak mengandung variabel.
Dalam bahasa
sehari-hari, variabel penelitian sering diartikan sebagai faktor-faktor yang
dikaji dalam penelitian. Menurut konsep aslinya yang dimaksud variabel adalah
konsep yang memiliki keragaman nilai. Meskipun demikian pemahaman yang
mengartikan variabel sebagai faktor-faktor yang akan dikaji dalam penelitian
juga dapat diterima mengingat bahwa kegiatan penelitian memang terpusat pada
upaya memahami, mengukur, dan menilai keterkaitan antara variabel-variabel tersebut.
Tentang hal ini perlu diperhatikan bahwa variable penelitian bukanlah
dikembangkan atau dirumuskan berdasarkan angan-angan atau intuisi peneliti,
tetapi harus ditetapkan berdasarkan kajian pustaka. [4]
Dari penjelasan
di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel adalah gejala atau objek penelitian
yang bervariasi, contoh variabel jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan variabel
profesi (guru, petani, pedagang).
2.
Macam-Macam Variabel
Variabel dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu variabel kuantitatif dan variabel kualitatif.
Variabel
kuantitaif dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu;
1.
Variabel
Diskrit
Disebut juga dengan variabel nominal atau variabel kategorik karena
hanya dikategorikan atas 2 kutub yang berlawanan yakni “ya” dan “tidak”.
2.
Variabel
Kontinum, yang dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
a.
Variabel
ordinal, yaitu variabel yang menunjukkan tingkatan-tingkatan misalnya panjang,
kurang panjang, pendek. Untuk sebutan lain adalah variabel “lebih kurang”
karena yang satu mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain.
b.
Variabel
interval, yaitu variabel yang mempunyai jarak, jika dibandingkan dengan
variabel lain, sedang jarak itu sendiri dapat diketahui dengan pasti.
c.
Variabel
ratio, yaitu variable perbandingan. Variable ini dalam hubungan antar-sesamanya
merupakan “sekian kali”.[5]
Menurut
hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dapat dibedakan
menjadi:
a. Variabel
Independen
Variabel ini sering disebut sebagai
variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering
disebut sebagai variabel bebas. Variable bebas adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat).
b.
Variabel Dependen
Sering disebut sebagai variabel output,
criteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel
terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas.[6]
Contoh : Kepemimpinan dan produktivitas kerja.
Kepemimpinan
= variabel independen.
Produktivitas
= variabel dependen.
c. Variabel
Moderator
Variabel yang mempengaruhi (memperkuat
dan memparlemen) hubungan antara variabel independent dengan dependen. Variabel
disebut juga sebagai variabel independent kedua.
Contoh:
Hubungan antara suami dan istri akan semakin akrab, bila telah mempunyai anak. Dalam hal ini anak adalah variabel moderator yang memperkuat hubungan. Tetapi sebaliknya hubungan suami istri akan semakin renggang bila ada pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga adalah variabel moderator yang memperlemah hubungan.
Hubungan antara suami dan istri akan semakin akrab, bila telah mempunyai anak. Dalam hal ini anak adalah variabel moderator yang memperkuat hubungan. Tetapi sebaliknya hubungan suami istri akan semakin renggang bila ada pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga adalah variabel moderator yang memperlemah hubungan.
d.
Variebel Intervening
Variebel yang secara teoritis
mempengaruhi (memperlemen dan memperkuat) hubungan antara variabel independent
dengan dependen, tetapi tidak dapat diamati dan diukur.
Contoh :
Anak yang
pandai nilainya akan tinggi. Tetapi dalam kasus tertentu ada anak pandai tetapi
nilainya rendah. Ternyata ia sedang sakit hati dan frustasi sewaktu mengerjakan
soal ujian. Sakit hati dan frustasi merupakan variabel intervening yang masih sulit
diukur, tetapi ada.
e.
Variabel Kontrol
Variabel yang dikendalikan atau dibuat
konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak
dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol sering
digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat
membandingkan.[7]
Contoh :
Ingin melakukan
penelitian untuk membandingkan kecepatan mengetik antara lulusan SMK dan SMU.
Untuk penelitian ini maka perlu ditetapkan variabel kontrolnya, yaitu naskah
yang diketik sama, mesin ketiknya sama, ruang kerjanya sama.
Ditinjau
dari sifatnya, daoat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Variabel
statis adalah variabel yang tidak dapat diubah keberadaannya. Misalnya jenis
kelamin, status sosial ekonomi, tempat tinggal, dan lain-lain.
b. Variabel
dinamis adalah variabel yang dapat diubah keberadaannya berupa pengubahan,
peningkatan, atau penurunan. Misalnya kedisiplinan, motivasi kepedulian,
pengaturan, dan sebagainya.
3.
Definisi Operasional Variabel
Setelah variabel-variabel
diidentifikasikan dan diklasifikasikan, maka variabel-variabel tersebut perlu
didefinisikan secara operasional (Bridgman, 1972). Penyusunan definisi
operasional ini perlu, karena difinisi operasional itu akan menunjuk alat
pengambil data, mana yang cocok untuk dipergunakannya. Definisi operasional
adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan, yang
dapat diamati (diobservasi), konsep yang dapat diamati, atau diobservasi
merupakan hal sangat penting, karen hal yang dapat diamati itu embuka kemungkina
bagi oarang lain, selain peneliti sendiri uantuk dilaksanakan, juga oarang lain
dapat melakukan hal yang serupa, sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti
terbuka untuk kdiuji kembali oleh orang lain.
Cara menyususn
definisi operasional dapat bermacam-macam, yaitu:
1.
Penekanan
pada kegiatannya, apa yang perlu dilakukan. Contoh frustasi adalah keadaan yang
timbul sebagai akibat tercegahnya pencapaian hal sangat diinginkan yang sudah
hampir tercapai. Lapar adalah keadaan individu yang timbul setelah ia tidak
makan selama 24 jam. Definisi ini adalah yang menekankan operasi atau
manipulasi apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan keadaan atau hal yang
didefinisikan, terutama berguna untuk mendefinisikan “variabel bebas”.
2.
Penekanan
bagaimana kegiatan itu dilakukan. Contoh: orang cerdas adalah orang yang tinggi
kemampuannya dalaml memecahkan masalah, tinggi kemampuannya dalam menggunakan
bahasa dan bilangan. Dosen yang otoriter adalah dosen yang menuntut
mahasiswanya melakukn hal lyang dapat seperti yang digariskannya, suka memberi
komando, dan mengutamakan khubungan formal dengan mahasiswanya.
3.
Penekanan
pada sifat-sifat statis hal yang didefinisikan. Contoh: mahasiswa yang cerdas
yaitu mahasiswa yang mempunyai ingatan yang baik, mempunyai perbendaharaan yang
baik, mempunyai perbendaharaan kata yang luas, mempunyai kemampuan berpikir
yang baik, mempunyai kemampuan berhitung yang baik.[8]
D. Skala Pengukuran
1. Macam-Macam Skala Pengukuran
Sifat dari indikator empiris adalah
dapat diukur dengan skala tertentu. Pengukuran itu paling sedikit untuk
membedakan yang satu dengan yang lain. Untuk melakukan tugas pengukuran
dibutuhkan alat, dan pada alat itu terdapat skala yang dapat diterapkan pada
setiap objek yang akan diukur. Alat ukur yang dipakai haruslah konsisten
sehingga hasilnya dapat dipercaya. Dengan syarat-syarat seperti inilah maka
pengukuran adalah suatu proses pemberian angka pada setiap objek dalam skala
tertentu.
Mengukur suatu variabel dapat
dilakukan pada salah datu dari 4 skala pengukuran, yaitu skala nominal, skala
ordinal, skala interval, dan skala ratio.
a. Skala
Nominal.
Skala nominal ini dapat diterapkan pada
setiap variabel karena skala ini berfungsi untuk membedakan. Setiap objek yang
diukur adalah setatar, namun berbeda satu dengan yang lain. Tolak ukur yang
dipakai untuk mengukurnya adalah indikator empiris dari variabel yang
bersangkutan, variabel ini mempunyai dua variabel yang sama derajatnya.
Ciri-ciri dari skala nominal, yaitu
bersifat diskriminatif (membedakan), bersifat ekualitas dalan arti baha
kategori-kategori dalam variabel itu sama, simetris dalam arti bahwa angka satu
dapat ditukar dengan amgka 2, dan pengkategorianya bersifat tuntas. Yang
terakhir ini perlu dijelaskan baha setiap objek hanya bisa dimasukan ke dalam
salah satu kategori sehingga tidak ada overlapping.
b. Skala
Ordinal.
Seperti halnya skala nominal, skala
ordinal juga menunjukan perbedaan antara kategori yang satu dengan kategori
yang lainnya. Namun perbedaan itu bukan perbedaan yang setatar, tetapi
perbedaan jenjang atau tingkat. Kalau variabelnya adalah status ekonomi, maka
kategorinya-kategorinya adalah kelas ekonomi lemah, diberi angka 1, kelas
ekonomi menengah, diberi angka 2, kelas ekonomi tinggi diberi angka 3. Angka 1,
2, 3 bukan membedakan hal yang sama tetapi perbedaan jenjang. Bahwa 1=2=3
adalah tidak benar, tetapi bahwa 1< 2 < 3, atau sebaliknya adalah benar.
Oleh karena itu bilangan itu tidak bisa dijumlahkan atau dikurangkan.
c. Skala
Interval.
Skala pengukuran ini menunjukan
perbedaan seperti pada skala nominal dan ordinal. Perbedaannya adalah bahwa
interval antara 1 dan 2, antara 2 dan 3, dan seterusnya adalah sama. Karena
itu, terhadap bilangan-bilangan itu dapat dilakukan pekerjaan penambahn atau
pengurangan.
Ciri lain dari skala ini adalah titik nolnya
yang berbeda, yaitu pada tahun kelahiran masing-masing. Karena sifatnya yang demikian
ini maka angka-angka ini tidak multiper.
d. Skala
Ratio.
Skala ini sama dengan skala interval,
kecuali bahwa titik nolnya yang sama dimana saja dan kapan saja. Karena itu
sifatnya multiplier. Dilihat dari segi kehalusan pengukuran, skala ratio adalah
yang paling tinggi, disusul dengan skala interval, kemudian skala ordinal, dan
yang terakhir skala nominal. Oleh karena itu skala ratio dapat diubah pada
skala ordinal, dan skala ordinal dapat diubah pada skala nominal. Akan tetapi
pada umumnya, skala nominal tidak bisa dirubah pada skala interval, dan skala
interval tidak bisa diubah pada skala ratio.
2. Ciri-Ciri Skala Pengukuran
a. Skala
nominal mempunyai ciri yaitu klasifikasinya pembedaan secara tuntas, operasi
matematisnya : A = B, B = A, contohnya Agama Katolik, Kristen, Islam atau nomor
kamar di asrama.
b. Skala
ordinal mempunyai ciri klasifikasi, pembedaan, berjenjang, interval tidak sama
tuntas, operasi matematisnya : Asimetri A>B>C, C<B<A, C-B#B-A, contohnya
pendidikan, status sosial.
c. Skala
interval mempunyai ciri pembedaan interval
sama dengan titik nol arbiter, operasi matematisnya : N’=CN=K.
C=
koefisien,
K=
Bilangan, contohnya Skor:4 5,74, 80.
d. Skala
ratio mempunyai ciri sama dengan interval ditambah titik tolak mutlak, operasi
matematisnya : N = cN, contohnya : Berat: 7 kg,8 kg.
[1]http://carapedia.com/pengertian_definisi_konsep_menurut_para_ahli_info402.html
[2] http://rinakusniawati.blogspot.com/2010/03/konseptualisasi-masalah-penelitian.html
[3] Prof.
DR. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta (2010). Hal.159.
[4] http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/definisi-variabel-dan-pengukurannya-2/
[5] Prof.
DR. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta (2010). Hal.159-161.
[6] W. Gulo.
Metodologi Penelitian. Jakarta. (2002) hal. 46-47
[7] http://pascasarjana-stiami.ac.id/2009/04/macam-macam-variabel-penelitian/
[8]
Singarimbun, Masri. 1984. Metode
Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.