Senin, 30 April 2012


Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar  Belakang Masalah
Dalam usaha meningkatkan suasana akademik dikampus serta dalam upaya memadu penyajian pengalaman belajar yang menumbuhkan sikap, kemampuan, dan keterampilan meneliti pada mahasiswa, konseptualisasi masalah penelitian merupakan hal yang esensial.
Setiap mata kuliah diharapkan mampu menumbuhkan kegairahan meneliti permasalahan yang ada disekitar kita. Akan tetapi pada kenyataannya mahasiswa kurang begitu memahami akan pentingnya suatu konseptualisasi masalah penelitian, hingga akhirnya sering mengabaikan dan kurang  memperhatikannya. Padahal yang kita ketahui untuk mengadakan suatu penelitian terlebih dahulu harus memilih konseptualisasi masalah dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan.

Akibat lebih jauhnya, bila suasana semacam ini terus berlangsung, maka tidak mengherankan bila generasi terpelajar akan memiliki pandangan dunia yang berbeda-beda tergantung jalur asuhan pendidikan atau akademik yang ditempuh. Sedangkan, problematika atau sikap acuh terhadap penelitian yang mereka lakukan merupakan masalah besar yang mereka lakukan yang terpampang di hadapan kita saat ini. Sehingga sangatlah wajar apabila kita berusaha mencari solusi untuk menyelesaikannya. Salah satunya dengan menilik atau mempelajarinya tentang pentingnya memahami konseptualisasi masalah dan penelitian.  
Dari pemaparan di atas, kami tertarik untuk mengangkat suatu judul yang sesuai dengan permasalahan di atas, yaitu : “Konseptualisasi Masalah Penelitian” yang akan kami uraikan dalam penjelasan selanjutnya.



B.       Rumusan Masalah     
Berkenaan dengan latar belakang masalah di atas yang menyangkut dengan judul makalah ini, maka beberapa masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:  
1.      Apa yang dimaksud dengan konseptualisasi masalah penelitian?
2.      Bagaimana merumuskan masalah dalam penelitian?
3.      Apa pengertian dan macam-macam variabel?
4.      Ada berapakah jenis-jenis skala pengukuran?  


C.      Tujuan Penyusunan Makalah
Bertitik tolak dari beberapa rumusan masalah di atas, tujuan penyusunan makalah ini adalah ingin mengetahui sekaligus menyajikan informasi yang berkenaan dengan:
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konseptualisasi masalah penelitian.
2.      Untuk mengetahui proses perumusan masalah dalam penelitian.
3.      Untuk mengetahui pengertian variabel dan macam-macamnya.
4.      Untuk mengetahui ada berapakah jenis-jenis skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ilmiah.

D.      Metode Penyusunan Makalah
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah deskriptif, yaitu memberikan gambaran kepada pembaca mengenai isi makalah dengan menyajikan suatu penjelasan yang berkaitan dengan judul makalah, yang sesuai dengan hasil kepustakaan dari berbagai data yang diperoleh, baik dari buku maupun dari internet sebagai media informatika elektronika yang mengacu pada topik makalah.


E.       Sistematika Penyusunan Makalah
Sistematika makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penyusunan makalah, metode penyusunan makalah dan sistematika penyusunan makalah. Bab kedua pembahasan yang terdiri atas pengertian konseptualisasi masalah penelitian, manfaatnya, pengertian variabel, dan macam-macam skala pengukuran. Terakhir adalah bab ketiga penutup yang terdiri atas simpulan dan saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Konseptualisasi Masalah Penelitian
1.    Pengertian Konsep
Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Para ahli memiliki definisi tersendiri dalam memberi definisi untuk suatu pengertian. Untuk menjelaskan definisi tentang sebuah makna kata konsep, para ahli juga memiliki pandangan yang berbeda. Berikut ini adalah definisi pengertian definisi konsep menurut para ahli:
1.      Woodruf mendefinisikan konsep sebagai adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.
2.      Dari wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Konsep merupakan abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Pengertian Konsep sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap eksistensinya. Konsep juga dapat diartikan pembawa arti.  Pengertian Konsep sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap eksistensinya. Konsep juga dapat diartikan pembawa arti.
3.      Soedjadi mendefinisikan konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menagadakan klasifikasi atau penggolongan yang apad umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangakaian kata. Bahri menjelaskan konsep adalah satuan ahli yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama.[1]
Telah kita ketahui bahwa suatu konsep berada dalam bidang logika teoritis), sedangkan gejala berada dalam dunia empiris (faktual). Konsep bersifat abstrak dan dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal yang khusus memberikan konsep pada gejala itulah disebut konseptualisasi.
2.      Pengertian Konseptualisasi
Konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara induktif, dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya dalam bentuk konsep. Konsep bersifat abstrak, sedangkan gejala bersifat konkret.
Seorang ahli bernama Babbie mengatakan konsep sebagai berikut :
“The process through hich we specify precisely what e man hen e use particukar terms” (proses dengan bagaimana kita memberi nama yang khusus secara tepat menggambarkan apa yang kita maksudkan).
Jadi dapat kita simpulkan bahwa konseptualisasi masalah adalah proses memberi konsep  pada gejala-gejala yang dipermasalahkan.

B.       Merumuskan Masalah
1.      Pengertian Masalah
Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan. Stonner (1982) mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan dan adanya kompetisi.
Masalah yaitu terjadinya kesenjangan (gap) antara harapan (das sollen) dan kenyataan (das sein). Identifikasi masalah biasanya mendeteksi, melacak, menjelaskan aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul penelitian atau dengan masalah juga variabel yang akan diteliti. Hasil identifikasi ini dapat diangkat dari sejumlah masalah yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Jadi, yang dimaksud masalah dalam penelitian adalah masalah yang layak untuk diteliti merupakan masalah yang menimbulkan ketidakpuasan, atau tidak sesuai dengan harapan. Sesuatu yang dirasa menyulitkan sehingga perlu diubah. Suatu proses yang tidak berjalan baik, kondisi yang perlu ditingkatkan, kesulitan yang harus diatasi atau pertanyaan yang memerlukan jawaban.
2.      Cara Merumuskan Masalah
Identifikasi masalah merupakan proses merumuskan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Proses merumuskan permasalahan-permasalahan ini akan memudahkan proses selanjutnya, selain itu juga memudahkan pembaca untuk memahami hasil penelitian, yang kemudian permasalahan yang muncul dirumuskan dalam bentuk pertanyaan tanpa ada tanda tanya. Tetapi, proses identifikasi ini akan mudah dilakukan apabila dalam latar belakang penelitian penjelasannya telah dikemukakan dengan lengkap dan jelas.
Dalam proses ini harus dituliskan berbagai masalah yang ada pada objek yang akan diteliti, dan harus dikemukakan secara jelas termasuk juga objek yang tidak akan diteliti. Untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan baik maka peneliti harus melakukan studi pendahuluan pada objek yang diteliti, melakukan observasi, dan wawancara ke berbagai sumber, sehingga semua permasalahan dapat diungkapkan. Apabila semua permasalahan tersebut telah diketahui, selanjutnya dikemukakan hubungan satu masalah dengan masalah yang lain. Masalah apa saja yang diduga berpengaruh positif dan negatif terhadap masalah yang diteliti, maka masalah tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk variabel. Jadi, identifikasi masalah harus dapat menggambarkan permasalahan yang ada dalam topik atau judul penelitian. pertanyaan-pertanyaan yang ada pada identifikasi masalah harus dijawab pada bagian penelitian dan pembahasan.
Identifikasi masalah yang diajukan tidak harus dibatasi dengan ketentuan jumlah variabel yang dilibatkan dalam penelitian, artinya jika variabel yang dilibatkan dalam penelitian ada dua variabel bebas atau satu variabel terikat, maka jumlah pernyataan masalahnya tidak harus ada tiga, tetapi pernyatan permasalahan bisa juga satu variabel apabila pernyataan tersebut memuat seluruh permasalahan yang akan diteliti. Dalam identifikasi masalah juga dapat menunjukkan alat analisis apa yang akan dipakai serta kedalaman dan keluasan penelitian itu. Identifikasi masalah ini didapatkan melalui beberapa sumber diantaranya:
1.      Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian.
2.      Seminar, diskusi,konferensi dan lain-lain pertemuan ilmiah.
3.      Pernyataan pemegang otoritas.
4.      Pengamatan selintas.
5.      Pengalaman pribadi.
6.      Perasaan intuitif.[2]
Sumber-sumber diatas dapat membantu kita dalam menentukan identifikasi masalah, selain itu banyak pengetahuan baru yang akan didapatkan dari sumber-sumber di atas.
Setelah identifikasi masalah di atas telah dilakukan, maka langkah selanjutnya ialah pemilihan masalah. Dalam pemilihan masalah ini, ada dua pertimbangan yang harus dilakukan dalam memilih suatu permasalahan, yaitu:
1.      Pertimbangan mengenai arah masalahnya. Artinya menggunakan pertimbangan akan sumbangan yang diberikan kepada pengembangan teori dalam bidang yang bersangkutan dengan dasar teoritis penelitiannya dan juga pemecahan masalah-masalah praktis.
2.      Pertimbangan mengenai arah calon peneliti. Artinya, berapa biaya yang harus dikelurkan, kemudian waktu yang dapat digunakan serta alat-alat dan perlengkapan yang tersedia. Selain itu, dalam penguasaan metode yang diperlukan dalam melakukan penelitian.
Pertimbangan-pertimbangan di atas harus benar-benar di pikirkan terlebih dahulu, supaya dalam pengerjaannya nanti tidak menghambat penelitian. Setelah pertimbangan-pertimbangan itu telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah.
Merumuskan masalah ini merupakan sebuah pekerjaan yang sulit bagi setiap peneliti. Tetapi, apabila kita mempunyai pengetahuan yang luas mengenai toeri-teori dan hasil-hasil penelitian para ahli terdahulu dalam bidang-bidang yang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Untuk mempermudah proses ini, maka rumusan masalah dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat bertanya setelah didahului uraian tentang masalah penelitian, variabel-variabel yang diteliti dan kaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya. Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Rumusan masalah hendaknya disusun secara singkat, padat, jelas, dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya. Rumusan masalah yang baik akan menampakkan variabel-variabel yang diteliti, jenis atau sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut, dan subjek penelitian. Selain itu, rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empiris, dalam arti memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Rumusan masalah ini merupakan salah satu langkah dari konseptualisasi masalah penelitian. telah disebutkan sebelumnya, bahwa konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara induktif, dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya dalam bentuk konsep. Konsep bersifat abstrak, sedangkan gejala bersifat konkret.
Gejala-gejala masalah ini diungkapkan secara jelas, untuk kemudian konsepnya dirumuskan secara operasional. Dan akhirnya masalah itu perlu diteliti secara akademis dan dari segi praktis, dari segi akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada, sedangkan dari segi praktis berhubungan dengan pentingnya penelitian itu dalam pengenbangan program atau pekerjaan tertentu.
Konseptualisasi masalah tidak hanya merumuskan masalah, tetapi juga mengungkapkan cara-cara tentang bagaimana masalah tersebut akan diteliti. Dengan demikian terdapat dua masalah pokok yang akan dijelaskan dalam konseptualisasi penelitian, yaitu penjelasan tentang substansi yang diteliti, dan penjelasan tentang khusus dalam perencanaan penelitian.
3.         Macam-Macam Masalah
Seperti yang kita ketahui peristiwa bisa disebut sebagai masalah apabila terdapat kesenjangan antara apa yang ada dengan apa yang diharapkan. Suatu masalah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek empiris dan aspek logis atau rasional. Dilihat dari apa yang diharapkan itu masalah dapat dikelonpokan kedalam 3 kategori, yaitu:
1.         Masalah Filosofis
Suatu masalah dikatakan filosofis jika gejala-gejala empirisnya tidak sesuai dengan pandangan hidup yang ada dalam masyarakat. Bisa kita ambil contoh yaitu gejala-gejala seks sebelum nikah dikalangan remaja termasuk dalam kategori ini, karena nilai-nilai yang berlaku dikalangan remaja itu tidak sesuai dengan norma-norma keagamaan yang dianut oleh masyarakat.
2.         Masalah Kebijakan
Masalah yang tergolong dalam masalah kebijakan adalah prilaku-prilaku atau kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sipembuat kebijakan, kualitas pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, adalah contoh-contoh yang termasuk dalam kategori ini.
3.         Masalah Ilmiah
Masalah yang tergolong dalam masalah ilmiah adalah kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu pengetahuan. Salah satu teori dalam pendidikan yang dikenal dengan teori hukuman mengatakan bahwa hukuman yang diberikan pada anak akan mengubah prilakunya kearah positif, Tetapi dalam kenyataannya, anak-anak diberi hukuman justru semakin mengarah pada hal-hal yang negatif.
Masalah sosial menampakan diri pada conflict issue yang dapat ditangkap dari peristiwa-peristiwa yang ada dalam masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan membantu kita mengetahui pokok permasalahan tersebut. Isu-isu tersebut dapat ditangkap melalui pengamatan langsung, atau dari surat kabar, media masa lainnya. Bertitik tolak dari isu tersebut kita bisa merumuskan masalah yang menjadi pokok permasalahan kita. Dari seperangkat proposisi yang ada dalam teori tersebut kita memilih yang sesuai dengan isu dan cukup menarik minat itu.
Untuk merumuskan permasalahan dengan cara seperti itu, perlu diperhatikan dua pertanyaan pokok yang membantu memperjelas masalah. Yang pertama pertanyaan mengapa masalah itu penting? Untuk pertanyaan ini dijawab dengan mengungkap latar belakang masalahnya. Sumber-sumber bacaan yang relevan bisa membantu kita menjelaskan latar belakangnya.
Pertanyaan yang kedua adalah apa masalahnya? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diadakan penjajakan disekitar lokasi penelitian, dan kita mengungkapkan gejala-gejala khusus dari setiap individu yang bermsalah. Dengan metode induksi akhirnya kita merumuskan konsep yang merupakan penelitian kita.

C.      Variabel
1.      Pengertian Variabel
Pemahaman terhadap variabel dan hubungan antar variabel merupakan salah satu kunci dalam penelitian kualitatif. Posisi variabel yang sentral menetapkannya sebagai dasar dari seluruh proses penelitian; mulai dari perumusan masalah, perumusan hipotesis, pembuatan instrument pengumpulan data, sampai pada analisisnya. Sehubungan dengan posisi penting ini, variable menjadi penting artinya untuk menentukan bermutu atau tidaknya suatu hasil penelitian.
Secara leksikal, istilah variabel dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat beragam (bervariasi). Arti kata menunjukkan bahwa variabel merupakan sesuatu yang di dalamnya terdapat atribut-atribut, unit-unit, dimensi-dimensi atau nilai-nilai yang beragam. Kerlinger mendefinisikan variabel  sebagai suatu sifat yang dapat memiliki bermacam-macam nilai atau simbol maupun lambang yang padanya dilektakkan bilangan atau nilai.
Sutrisno Hadi mendefinisikan variable sebagai gejala yang bervariasi misalnya jenis kelamin, karena jenis kelamin mempunyai variasi: laki-laki dan perempuan; berat badan, karena ada berat 40 kg dan sebagainya. Gejala adalah objek penelitian, sehingga variabel adalah objek penelitian yang bervariasi.[3]  
Pada hakikatnya, setiap variabel suatu konsep, yaitu konsep yang bersifat khusus yang mengandung variasi nilai. Banyak ahli yang menyebutnya dengan konsep variabel. Yang dimaksud dengan konsep variabel disini adalah konsep yang bersifat observatible, maksudnya konsep yang sudah sangat dekat dengan fenomena-fenomena atau obyek-obyek yang teramati. Jadi konsep variable itu merupakan sebutan umum yang mewakili semua atribut, dimensi atau nilai yang perlu diamati. Karena itu tidak semua konsep tidak disebut variabel, karena terdapat konsep-konsep yang tidak mengandung variabel.
Dalam bahasa sehari-hari, variabel penelitian sering diartikan sebagai faktor-faktor yang dikaji dalam penelitian. Menurut konsep aslinya yang dimaksud variabel adalah konsep yang memiliki keragaman nilai. Meskipun demikian pemahaman yang mengartikan variabel sebagai faktor-faktor yang akan dikaji dalam penelitian juga dapat diterima mengingat bahwa kegiatan penelitian memang terpusat pada upaya memahami, mengukur, dan menilai keterkaitan antara variabel-variabel tersebut. Tentang hal ini perlu diperhatikan bahwa variable penelitian bukanlah dikembangkan atau dirumuskan berdasarkan angan-angan atau intuisi peneliti, tetapi harus ditetapkan berdasarkan kajian pustaka. [4]
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel adalah gejala atau objek penelitian yang bervariasi, contoh variabel jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan variabel profesi (guru, petani, pedagang).
2.         Macam-Macam Variabel
Variabel dapat dibedakan menjadi dua, yaitu variabel kuantitatif dan variabel kualitatif.
Variabel kuantitaif dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu;
1.    Variabel Diskrit
Disebut juga dengan variabel nominal atau variabel kategorik karena hanya dikategorikan atas 2 kutub yang berlawanan yakni “ya” dan “tidak”.
2.    Variabel Kontinum, yang dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
a.    Variabel ordinal, yaitu variabel yang menunjukkan tingkatan-tingkatan misalnya panjang, kurang panjang, pendek. Untuk sebutan lain adalah variabel “lebih kurang” karena yang satu mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain.
b.    Variabel interval, yaitu variabel yang mempunyai jarak, jika dibandingkan dengan variabel lain, sedang jarak itu sendiri dapat diketahui dengan pasti.
c.    Variabel ratio, yaitu variable perbandingan. Variable ini dalam hubungan antar-sesamanya merupakan “sekian kali”.[5]
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dapat dibedakan menjadi:
a.    Variabel Independen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variable bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).  
b.    Variabel Dependen
Sering disebut sebagai variabel output, criteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.[6]
Contoh              : Kepemimpinan dan produktivitas kerja.
Kepemimpinan = variabel independen.
Produktivitas = variabel dependen.
c.    Variabel Moderator
Variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memparlemen) hubungan antara variabel independent dengan dependen. Variabel disebut juga sebagai variabel independent kedua.
Contoh:
Hubungan antara suami dan istri akan semakin akrab, bila telah mempunyai anak. Dalam hal ini anak adalah variabel moderator yang memperkuat hubungan. Tetapi sebaliknya hubungan suami istri akan semakin renggang bila ada pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga adalah variabel moderator yang memperlemah hubungan.
d.   Variebel Intervening
Variebel yang secara teoritis mempengaruhi (memperlemen dan memperkuat) hubungan antara variabel independent dengan dependen, tetapi tidak dapat diamati dan diukur.
Contoh :
Anak yang pandai nilainya akan tinggi. Tetapi dalam kasus tertentu ada anak pandai tetapi nilainya rendah. Ternyata ia sedang sakit hati dan frustasi sewaktu mengerjakan soal ujian. Sakit hati dan frustasi merupakan variabel intervening yang masih sulit diukur, tetapi ada.
e.    Variabel Kontrol
Variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol sering digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.[7]
Contoh :
Ingin melakukan penelitian untuk membandingkan kecepatan mengetik antara lulusan SMK dan SMU. Untuk penelitian ini maka perlu ditetapkan variabel kontrolnya, yaitu naskah yang diketik sama, mesin ketiknya sama, ruang kerjanya sama.
Ditinjau dari sifatnya, daoat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Variabel statis adalah variabel yang tidak dapat diubah keberadaannya. Misalnya jenis kelamin, status sosial ekonomi, tempat tinggal, dan lain-lain.
b.      Variabel dinamis adalah variabel yang dapat diubah keberadaannya berupa pengubahan, peningkatan, atau penurunan. Misalnya kedisiplinan, motivasi kepedulian, pengaturan, dan sebagainya.
3.         Definisi Operasional Variabel
Setelah variabel-variabel diidentifikasikan dan diklasifikasikan, maka variabel-variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional (Bridgman, 1972). Penyusunan definisi operasional ini perlu, karena difinisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data, mana yang cocok untuk dipergunakannya. Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan, yang dapat diamati (diobservasi), konsep yang dapat diamati, atau diobservasi merupakan hal sangat penting, karen hal yang dapat diamati itu embuka kemungkina bagi oarang lain, selain peneliti sendiri uantuk dilaksanakan, juga oarang lain dapat melakukan hal yang serupa, sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk kdiuji kembali oleh orang lain.
Cara menyususn definisi operasional dapat bermacam-macam, yaitu:
1.      Penekanan pada kegiatannya, apa yang perlu dilakukan. Contoh frustasi adalah keadaan yang timbul sebagai akibat tercegahnya pencapaian hal sangat diinginkan yang sudah hampir tercapai. Lapar adalah keadaan individu yang timbul setelah ia tidak makan selama 24 jam. Definisi ini adalah yang menekankan operasi atau manipulasi apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan keadaan atau hal yang didefinisikan, terutama berguna untuk mendefinisikan “variabel bebas”.
2.      Penekanan bagaimana kegiatan itu dilakukan. Contoh: orang cerdas adalah orang yang tinggi kemampuannya dalaml memecahkan masalah, tinggi kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan bilangan. Dosen yang otoriter adalah dosen yang menuntut mahasiswanya melakukn hal lyang dapat seperti yang digariskannya, suka memberi komando, dan mengutamakan khubungan formal dengan mahasiswanya.
3.      Penekanan pada sifat-sifat statis hal yang didefinisikan. Contoh: mahasiswa yang cerdas yaitu mahasiswa yang mempunyai ingatan yang baik, mempunyai perbendaharaan yang baik, mempunyai perbendaharaan kata yang luas, mempunyai kemampuan berpikir yang baik, mempunyai kemampuan berhitung yang baik.[8]

D.      Skala Pengukuran
1.      Macam-Macam Skala Pengukuran
Sifat dari indikator empiris adalah dapat diukur dengan skala tertentu. Pengukuran itu paling sedikit untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Untuk melakukan tugas pengukuran dibutuhkan alat, dan pada alat itu terdapat skala yang dapat diterapkan pada setiap objek yang akan diukur. Alat ukur yang dipakai haruslah konsisten sehingga hasilnya dapat dipercaya. Dengan syarat-syarat seperti inilah maka pengukuran adalah suatu proses pemberian angka pada setiap objek dalam skala tertentu.
 Mengukur suatu variabel dapat dilakukan pada salah datu dari 4 skala pengukuran, yaitu skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala ratio.
a.    Skala Nominal.
Skala nominal ini dapat diterapkan pada setiap variabel karena skala ini berfungsi untuk membedakan. Setiap objek yang diukur adalah setatar, namun berbeda satu dengan yang lain. Tolak ukur yang dipakai untuk mengukurnya adalah indikator empiris dari variabel yang bersangkutan, variabel ini mempunyai dua variabel yang sama derajatnya.
Ciri-ciri dari skala nominal, yaitu bersifat diskriminatif (membedakan), bersifat ekualitas dalan arti baha kategori-kategori dalam variabel itu sama, simetris dalam arti bahwa angka satu dapat ditukar dengan amgka 2, dan pengkategorianya bersifat tuntas. Yang terakhir ini perlu dijelaskan baha setiap objek hanya bisa dimasukan ke dalam salah satu kategori sehingga tidak ada overlapping.
b.    Skala Ordinal.
Seperti halnya skala nominal, skala ordinal juga menunjukan perbedaan antara kategori yang satu dengan kategori yang lainnya. Namun perbedaan itu bukan perbedaan yang setatar, tetapi perbedaan jenjang atau tingkat. Kalau variabelnya adalah status ekonomi, maka kategorinya-kategorinya adalah kelas ekonomi lemah, diberi angka 1, kelas ekonomi menengah, diberi angka 2, kelas ekonomi tinggi diberi angka 3. Angka 1, 2, 3 bukan membedakan hal yang sama tetapi perbedaan jenjang. Bahwa 1=2=3 adalah tidak benar, tetapi bahwa 1< 2 < 3, atau sebaliknya adalah benar. Oleh karena itu bilangan itu tidak bisa dijumlahkan atau dikurangkan.
c.    Skala Interval.
Skala pengukuran ini menunjukan perbedaan seperti pada skala nominal dan ordinal. Perbedaannya adalah bahwa interval antara 1 dan 2, antara 2 dan 3, dan seterusnya adalah sama. Karena itu, terhadap bilangan-bilangan itu dapat dilakukan pekerjaan penambahn atau pengurangan.
 Ciri lain dari skala ini adalah titik nolnya yang berbeda, yaitu pada tahun kelahiran masing-masing. Karena sifatnya yang demikian ini maka angka-angka ini tidak multiper.
d.   Skala Ratio.
Skala ini sama dengan skala interval, kecuali bahwa titik nolnya yang sama dimana saja dan kapan saja. Karena itu sifatnya multiplier. Dilihat dari segi kehalusan pengukuran, skala ratio adalah yang paling tinggi, disusul dengan skala interval, kemudian skala ordinal, dan yang terakhir skala nominal. Oleh karena itu skala ratio dapat diubah pada skala ordinal, dan skala ordinal dapat diubah pada skala nominal. Akan tetapi pada umumnya, skala nominal tidak bisa dirubah pada skala interval, dan skala interval tidak bisa diubah pada skala ratio.
2.      Ciri-Ciri Skala Pengukuran
a.    Skala nominal mempunyai ciri yaitu klasifikasinya pembedaan secara tuntas, operasi matematisnya : A = B, B = A, contohnya Agama Katolik, Kristen, Islam atau nomor kamar di asrama.
b.    Skala ordinal mempunyai ciri klasifikasi, pembedaan, berjenjang, interval tidak sama tuntas, operasi matematisnya : Asimetri A>B>C, C<B<A, C-B#B-A, contohnya pendidikan, status sosial.
c.    Skala interval  mempunyai ciri pembedaan interval sama dengan titik nol arbiter, operasi matematisnya : N’=CN=K.
C= koefisien,
K= Bilangan, contohnya Skor:4 5,74, 80.
d.   Skala ratio mempunyai ciri sama dengan interval ditambah titik tolak mutlak, operasi matematisnya : N = cN, contohnya : Berat: 7 kg,8 kg.




[1]http://carapedia.com/pengertian_definisi_konsep_menurut_para_ahli_info402.html
[2] http://rinakusniawati.blogspot.com/2010/03/konseptualisasi-masalah-penelitian.html
[3] Prof. DR. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta (2010). Hal.159.
[4] http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/definisi-variabel-dan-pengukurannya-2/
[5] Prof. DR. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta (2010). Hal.159-161.

[6] W. Gulo. Metodologi Penelitian. Jakarta. (2002) hal. 46-47
[7] http://pascasarjana-stiami.ac.id/2009/04/macam-macam-variabel-penelitian/
[8] Singarimbun, Masri. 1984.  Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.